Mengenai perbedaan kedua bank tersebut, Direktur PT Artha Mulia Propertindo yang juga Konsultan Properti, Bobby Arifianto memaparkan, ada beberapa perbedaan yang terlihat seperti akad, keuntungan, faktor persetujuan, sistem cicilan, jangka waktu cicilan, pinalti, dan denda.
"Perbedaan yang pertama terlihat dari akadnya. Semua transaksi yang dilakukan oleh bank syariah harus berdasarkan akad yang dibenarkan oleh Syariah Islam berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist dan telah difatwakan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Adapun bank konvensional, surat perjanjian dibuat berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia," ungkapnya saat ditemui di kantornya, di Jalan Pangeran Antasari Jakarta Selatan.
Selain itu, pria yang kerap disapa Boby ini menjelaskan, bank syariah menerapkan bagi hasil (mudharabah) dalam mendapatkan keuntungan. Sedangkan bank konvensional justru mengunakan konsep biaya bunga untuk menghitung keuntungannya.
"Untuk bank konvensional, keuntungan yang didapatkan oleh bank adalah selisih bunga antara bunga yang diberikan kepada nasabah yang menabung di bank tersebut dengan bunga yang diminta dari peminjam dana," ucap Boby.
Bank syariah juga akan menolak untuk menyalurkan kredit yang diinvestasikan pada kegiatan bisnis yang melanggar hukum Islam, seperti perniagaan barang haram, bunga (riba), perjudian dan bisnis manipulatif. Berbeda dengan bank konvensional, bank ini masih dapat menyalurkan kredit selama debitur memenuhi kategori 5C (Character, Capacity, Capital, Condition, Collateral) dan tidak menyalahi hukum negara.
Advertiser
Meski besar cicilan pada bank syariah tetap, namun jika dibandingkan dengan besaran pinjaman bank
konvensional, maka pada umumnya cicilan di bank konvensional pada periode awal akan lebih kecil dibandingkan bank syariah. Sebagai gambaran, Bowo menjelaskan rata-rata suku bunga bank konvensional saat ini berada pada kisaran 9 - 11 persen. Sedangkan jika besaran cicilan syariah dikonversi ke suku bunga konvensional, maka nilainya akan setara dengan 13 - 14,5 persen.
"Nah, kalau melakukan rujukan dengan angka, nasabah syariah memang membayar lebih mahal, tapi nasabah mendapatkan kepastian. Tapi bagi nasabah bank konvensional, cicilan di awal bisa lebih hemat. Namun bisa jadi cicilannya menjadi lebih besar atau juga lebih kecil dari cicilan bank syariah saat terjadi fluktuatif kondisi ekonomi," paparnya.
Boby menambahkan, bank konvensional memberikan lama periode cicilan (tenor) bisa hingga 20 tahun - 25 tahun. Sedangkan pada bank syariah hanya bisa
sampai 15 tahun. Hal ini tentu akan berpengaruh pada besaran pinjaman yang diterima, bank konvensional akan memberikan pinjaman lebih besar dibandingkan jika anda meminjam kepada bank syariah.
Untuk pinalti, besaran pinalti konvensional biasanya berkisar di angka 1 persen dari nilai pokok hutang yang tersisa. Sedangkan pada bank syariah tidak akan dikenakan biaya pinalti. Sebaliknya pada saat mengalami keterlambatan pembayaran, baik bank konvensional maupun bank syariah akan mengenakan denda. Besaran denda di bank konvensional pada umumnya lebih kecil
daripada bank syariah.
"Masing-masing pilihan memiliki kelemahan dan keunggulannya. Bagi yang ingin memiliki kepastian besaran cicilan dan terhindar dari resiko melonjaknya cicilan di waktu yang akan datang, maka syariah adalah solusi terbaik. Sedangkan bagi yang memililki penghasilan terbatas sehingga membutuhkan tenor yang lebih lama agar bisa mendapat pinjaman yang lebih besar dan juga mendapatkan keringanan cicilan di tahap awal bisa memilih bank konvensional," tutup boby.(Berita Properti untuk Properti Indonesia)
Promotion: Rumah di Bintaro, Casa Bellevue Bintaro, rumah bangun cepat, nhome propertindo
Tidak ada komentar