Konstruksi Baja Bekas untuk Kapel, Berhasil Menyaabet WAF 2014- Kali ini kami akan membahas salah satu pemenang di ajang WAF 2014, yaitu The Chapel menyabet predikat World Building of the Year WAF 2014. World Architecture Festival (WAF) 2014 yang telah berlangsung tujuh kalinya ini, dibagi menjadi 27 kategori dan menghadirkan 33 bangunan berdesain invoatif dari segala penjuru dunia. Mulai dari bangunan rumah di tebing, perpustakaan komunitas, gereja berdesain super modern sampai Museum Maritim Denmark.
The Chapel adalah Bangunan yang berada di pinggiran Ho Chi Minch City, Vietnam ini didesain oleh a21studio. Jangan berpikir pemenangnya adalah sebuah karya dengan bangunan megah, berdesain spektakuler. Keadaannya justru sebaliknya.
Berdiri di atas tanah seluas 200 m2, sang pemilik lahan hanya menyewakan selama 10 tahun dan sebelumnya sudah berdiri bangunan belum jadi. Batasan tadi malahan membuat tim arsitek dari a21studio memiliki inovasi dengan membuat bangunan ini tidak sekadar sebagai tempat berdoa. Juga sebagai tempat berkumpul warga, terutama anak muda, dan tidak hanya digunakan untuk acara gereja tapi juga acara resmi dan informal komunitas.
Sebuah kolom yang tidak besar seakan hanya menjadi satu-satunya tonggak penyangga atap kapel semi terbuka ini. Bagian atas tonggak itu memiliki cabang beraneka panjang yang membentang ke segala arah, dan didesain menyerupai cabang pohon. Semua material terbuat dari baja, dan berasal dari bangunan awal yang belum rampung tadi. Dengan material tersebut, membuat tidak saja bangunan tampak ringan, tapi juga memperpendek masa konstruksi dan ongkos pembangunan.
Rangka utama berupa kolom baja berukuran 40×80 diperkuat baja ukuran 40×40 dan terkoneksi dengan bilah atap baja. “Pohon” baja tadi terbuat dari batang-batang baja berukuran 90×90 dan hanya bisa terlihat di dalam ruang. Menggunakan ukuran yang lebih besar, karena “pohon” ini berfungsi sebagai penstabil konstruksi lama yang dinilai tak cukup kuat. Bentuk tersebut, membuat ruang tidak bernilai secara estetis, juga membuat ruang cukup luas menampung aneka aktivitas di dalamnya.
Semua bidang dinding dan sebagian atap disapu warna putih. Ketiadaan dua bidang dinding lain, membuat taman di sisi luar terlihat jelas dan membuat ruang terasa alami. Nuansa ini makin terasa, apa lagi lantainya menggunakan bilah-bilah papan yang disusun sedemikian rupa, dan memberi kesan rustic. Hal menarik lainnya adalah lapisan kaca warna-warni di bagian atap dinding yang menghadap ke depan dan belakang. Selain melembutkan kesan dingin dari penggunaan material baja tadi, tapi juga membikin tampilan kapel ini menjadi tidak biasa.
Paul Finch, WAF Programme Director mengatakan, para juri merasa proyek ini merangkum sejarah dan modernitas serta menciptakan sebuah dialog dalam prosesnya. Karya ini menghasilkan efek maksimal dari penggunaan material yang minimal, telah menghasilkan perubahan di segi kecepatan dalam konteks perkotaan. “Karya ini berhasil menunjukkan bahan daur ulang bisa menjadi bangunan yang baik , bahkan proyek kecil ini punya dampak besar,” tandasnya(Properti Indonesia)
The Chapel adalah Bangunan yang berada di pinggiran Ho Chi Minch City, Vietnam ini didesain oleh a21studio. Jangan berpikir pemenangnya adalah sebuah karya dengan bangunan megah, berdesain spektakuler. Keadaannya justru sebaliknya.
Berdiri di atas tanah seluas 200 m2, sang pemilik lahan hanya menyewakan selama 10 tahun dan sebelumnya sudah berdiri bangunan belum jadi. Batasan tadi malahan membuat tim arsitek dari a21studio memiliki inovasi dengan membuat bangunan ini tidak sekadar sebagai tempat berdoa. Juga sebagai tempat berkumpul warga, terutama anak muda, dan tidak hanya digunakan untuk acara gereja tapi juga acara resmi dan informal komunitas.
Sebuah kolom yang tidak besar seakan hanya menjadi satu-satunya tonggak penyangga atap kapel semi terbuka ini. Bagian atas tonggak itu memiliki cabang beraneka panjang yang membentang ke segala arah, dan didesain menyerupai cabang pohon. Semua material terbuat dari baja, dan berasal dari bangunan awal yang belum rampung tadi. Dengan material tersebut, membuat tidak saja bangunan tampak ringan, tapi juga memperpendek masa konstruksi dan ongkos pembangunan.
Rangka utama berupa kolom baja berukuran 40×80 diperkuat baja ukuran 40×40 dan terkoneksi dengan bilah atap baja. “Pohon” baja tadi terbuat dari batang-batang baja berukuran 90×90 dan hanya bisa terlihat di dalam ruang. Menggunakan ukuran yang lebih besar, karena “pohon” ini berfungsi sebagai penstabil konstruksi lama yang dinilai tak cukup kuat. Bentuk tersebut, membuat ruang tidak bernilai secara estetis, juga membuat ruang cukup luas menampung aneka aktivitas di dalamnya.
Semua bidang dinding dan sebagian atap disapu warna putih. Ketiadaan dua bidang dinding lain, membuat taman di sisi luar terlihat jelas dan membuat ruang terasa alami. Nuansa ini makin terasa, apa lagi lantainya menggunakan bilah-bilah papan yang disusun sedemikian rupa, dan memberi kesan rustic. Hal menarik lainnya adalah lapisan kaca warna-warni di bagian atap dinding yang menghadap ke depan dan belakang. Selain melembutkan kesan dingin dari penggunaan material baja tadi, tapi juga membikin tampilan kapel ini menjadi tidak biasa.
Paul Finch, WAF Programme Director mengatakan, para juri merasa proyek ini merangkum sejarah dan modernitas serta menciptakan sebuah dialog dalam prosesnya. Karya ini menghasilkan efek maksimal dari penggunaan material yang minimal, telah menghasilkan perubahan di segi kecepatan dalam konteks perkotaan. “Karya ini berhasil menunjukkan bahan daur ulang bisa menjadi bangunan yang baik , bahkan proyek kecil ini punya dampak besar,” tandasnya(Properti Indonesia)
Tidak ada komentar